![]() |
KELUARGAKU |
Pukul 12.00 siang, aku bersama kedua temanku beranjak pulang dari sekolah tercinta MI Bahrul Ulum Pengalangan menuju rumah kebanggaan di desa tercinta Bongso Wetan. Ketika aku mengayuh sepeda dengan bercanda tawa bersama kedua sahabatku, aku teringat akan sebuah tanggal dimana ibuku terlahir kedunia. Yah, pada hari itulah tepat tanggal 12 Juni ibuku berulang tahun. Sejenak aku mengajak kedua sahabatku berhenti di bawah sebuah pohon rindang di samping jalan. Aku memutar otakku dan menemukan sebuah ide kecil untuk membuat ibuku tersenyum di hari ulang tahunnya di usia berkepala tiga ini. Akhirnya akupun beranjak kembali dari dudukku di atas rerumputan dan kembali meraih sepedaku yang kusandarkan pada sebuah pohon besar. Aku segera mengayuh sepeda unguku secepat kilat dan menuju ke rumah. Setelah aku sampai di rumah, aku bergegas menuju kamar dan mengambil sebuah ayam tiruan di atas almari. Itu adalah celengan milikku yang kusimpan untuk masa SMP-ku sebulan kedepan. Kemudian kucari bantal yang akan kugunakan untuk memecah celengan ayamku dengan cara kududuki. Mengapa aku begitu? itu kulakukan karena aku tak ingin suara pecahan ayamku terdengar oleh ayah dan ibuku.
Setelah sedikit uang terkumpul, aku menyisihkan uangku menjadi dua bagian. Satu untuk tetap kutabung dan sedikit kugunakan untuk membeli kado kecil. Kemudian aku mengajak sahabatku pergi ke desa seberang untuk mencari sebuah toko pakaian. Tahukah apa yang akan aku beli? itu adalah rahasia ilahi. Setelah aku menjemput sahabatku Aminatus, aku segera memboncengnya dan membawa kabur dia tanpa izin orang tuanya. Sampai di suatu jalan yang jauh dari pedesaan, aku menemukan sebuah toko pakaian. Kulihat memang sedikit aneh dan sepi, hingga aminatus pun takut untuk kuajak masuk. Akhirnya aku memberanikan diri dan menarik Aminatus masuk dalam toko tersebut.
Dengan langkah lirih, saya pun mengucap salam “Assalamu’alaikum, ada orang?“
Dari belakang tirai muncul seseorang dan ia menjawab salamku, “ Wa’alaikumsalam, yah ada apa dek ?”
Akupun menjawab “ itu pak,,,,itu,,,mau beli !”
“ lo emang beli apa ? di sini bapak hanya jualan pakaian – pakaian orang dewasa dek!” sahut bapak penjaga toko itu.
Setelah kupandang dan kulihat sana sini, aku terpacu pada sebuah gantungan celana unik, lucu, dan sedikit model pada zaman itu. Akupun teringat pada sosok ibuku yang cantik, dan membayangkan bagaimana seorang ibuku apabila mengenakan celana itu? Satu, pasti ibuku tertawa. Dua, pasti ayahku berkomentar, dan tiga, ibuku akan terlihat berbeda dari biasanya.
Aku bertanya pada bapak penjaga toko. “ pak, kira-kira yang begitu itu berapa ya harganya “.
Bapak itu menjawab “ oh itu hanya Rp. 50.000 rupiah saja dek !”
Dalam hatiku berbicara, “ Astaghfirullahaladzim,,,harga Rp. 50.000 kok bilang segitu saja. Emang aku bawa uang segitu banyaknya. Waduhhh gimana ini ?”.
Mungkin bapak itu heran dengan ekspresi wajahku hingga ia bertanya padaku, “ lo kenapa kok diam saja dek ? memang adek mau beliin mamanya ya? Adek bawa uang berapa emangnya ?”.
Akupun menjawab dengan nada melas asih “ bukan buat mama pak, tapi buat ibuku. Beliau sedang ulang tahun hari ini, dan aku ingin membelikannya sesuatu yang bisa membuat senyum ibuku terlihat lebih manis.“
Bapak itupun menyahuti perkataanku “ eh ya sama saja lo dek mama sama ibu, sama-sama perempuannya kok. Ya sudah adek bawa uang berapa? Bapak kasih diskon buat adek asalkan adek doain toko bapak yang mau buka minggu depan ini biar laris ya !”
“ Apa? bapak tidak bohong kan! Ah, terima kasih bapak! Bapak memang baik deh. Pantesan pak tadi saya sama aminatus mau masuk sini kok ngerasa takut dan aneh. Masak toko sepi banget kayak gini. Oke bapak, aku dan kawanku ini akan mendoakan toko bapak biar laris manis Karena pembeli pertamanya juga perawan tir tir, Hehehe !”. sahutku dengan ekspresi luar biasa senangnya.
Akhirnya celana yang kupilih tadi diambilkan oleh bapak penjaga toko dengan sebuah kayu panjang dan menurunkannya tepat di atas kepalaku. Aku meraihnya dan segera mengambilnya, kulihat-lihat jenis kainnya, oke lumayanlah. Kugenggam celana itu dan air mataku seraya menetes teringat betapa senangnya hatiku membayangkan ibuku memaparkan senyumnya. Setelah celana itu dilipat oleh bapak penjaga toko dan kubayar seharga Rp. 25.000, akupun pamit pulang dan kembali mengayuh sepeda dengan berat ekstra itu. Satu berat karena aku kelebihan berat badan dan dua berat dari aminatus yang kubonceng dengan sepeda unguku.
Sampai di rumah, aku bergegas masuk ke dalam kamar dan membungkus celana yang telah kubeli barusan. Aminatus mencarikanku kotak kardus bekas dan akupun mencari gunting serta peralatan yang aku butuhkan lainnya. Kubuka almari buku dan secara tak sengaja aku menyentuh sebuah bulpoin, sedikit ideku keluar tanpa kuperintah. Oke…aku akan menulis sebuah surat kecil untuk ibuku tersayang. Mungkin dengan surat inilah aku bisa meminta maaf pada ibuku yang selama ini telah kubuat sedih hanya karena kenakalanku dan keaktifan tanganku hingga membuat ibuku sering kali kesal kepadaku. Dalam batinku aku menangis seraya mengatakan “ ibu..maaf ya! Anakmu ini memang nakal, sering buat ibu menangis, sering buat ibu kecewa, sering buat ibu kesal, dan masih banyak sikapku yang membuat ibu khawatir padaku. Maaf bu…?”. Setelah ku melamun, Aminatus menyadarkanku dari lamunan panjangku dan segera kubungkus kado kecilku untuk ibu. Terlampir sebuah surat untuk ibuku.
Gresik, 12 Juni 2008
To : ibuku tersayang
From : anakmu yang nakal
Assalamu’alaikum wr. Wb
Salam sayangku pada ibu,
Ibu,selamat ulang tahun ya. Aku sayang sama ibu, makanya aku ingat ulang tahun ibu. Maafin Ruroh ya bu, selama ini Ruroh tidak bisa memberi apa-apa. Meskipun selama ini Ruroh adalah anak yang nakal dan tidak pernah membuat ibu bangga. Tapi ku mohon ibu selalu mendoakanku ya? Untuk masa depanku dan untuk segala kebaikanku. Ruroh tidak punya banyak uang bu, Ruroh hanya punya ini buat ibu. Maaf cuma ini yang bisa ruroh beri, semoga di ulang tahun ibu ini, ibu tambah sayang sama aku, sama ayah dan sama mbak.
Aku selalu sayang ibu.
Salam sayangku
Salam sayangku
Anakmu
Waktu yang kutunggu-tunggu beberapa detik lagi akan terjadi. Aku dan Aminatus berpura-pura tidur di kamar setelah kutaruh kado kecil beserta surat di dalamnya di atas almari kecil ibuku. Dan pukul 14.00 siang, ibuku sampai dirumah bersama temannya yang usai menghadiri sebuah arisan masal atau istilah ibu-ibu adalah PKK. Lekas ibuku masuk kamarnya dan mengambil sebuah kotak kecil yang ia temukan di atas almari. Ibu pun perlahan membukanya dan membaca sebuah kertas kecil itu. Akupun mengintip ibuku di dalam kamarnya dan ternyata ibuku meneteskan air matanya. Akhirnya aku tak kuasa melihat ibuku menangis sendirian.
Akupun masuk, ibu langsung menarikku dan memelukku erat. Aku tak bisa menahan tangis bersama ibuku, hingga Aminatus yang berada di luar kamar ikut menitihkan air matanya. Ibu menuturkan kata demi kata padaku dan membelai
rambutku “ Rur..makasih ya! Meskipun ruroh tidak memberi ini pada ibu, ibu tetap tidak akan pernah benci pada kamu. Kamu adalah anak ibu yang hebat. Kamu harus bisa buat ibu bangga kelak! Sebentar lagi Ruroh akan jauh dari ibu, Ruroh bulan depan akan berangkat ke pondok. Jadi, jaga diri baik-baik ya nak! Tidak boleh nakal, tidak boleh berani sama guru-guru di sana, dan tidak boleh banyak neko-neko. Ingat ya nak !! ayah dan ibu di rumah akan selalu mendoakan anak-anaknya biar sukses dunia dan akhirat. Khususnya Ruroh. Ibu percaya Ruroh bisa !”.
Akupun terus meneteskan air mata mengingat bulan depan aku akan berpisah dengan ibu, ayah, dan keluarga di rumah. Tapi aku harus kuat. Karena aku akan membuat semua orang bangga kepadaku. Khususnya adalah ibu tercintaku, yang sekaligus motivatorku!
I LOVE YOU MY MOTHER…!!!
“Ya Allah, biarkan saya-RUROH-menjadi seorang wanita sholihah dan bermanfaat bagi semua insan. Menggapai cita-cita dan menghadiahkan sebuah kebanggaan besar untuk IBUKU. Aku berjanji atas nama semangat dan masa depanku.(Habibah Mazruroh/AD)
No comments:
Post a Comment